ADVERTORIAL


Seni Buncis, Upaya Penyamaran Melawan Penjajah




Apa itu seni Buncis? Seni Buncis merupakan perpaduan dari beberapa daerah yakni Dayak, Betawi, Sunda dan Jawa. Hal ini bisa dilihat baik dari penampilan maupun iringan dan jenis musiknya. Kata Buncis menurut versi Banyumas berasal dari dua suku kata yakni Bun (Bundelan) Cis (kata-kata).  Artinya, simpanan kata-kata sandi  atau bersifat rahasia.
Buncis merupakan sebuah kesenian yang didalamnya mengandung arti rahasia atau penyamaran. Seni ini menggambarkan bala tentara pangeran Diponegoro yang pada tahun 1930  kalah perang dengan Belanda. Kekalahan itu membuat wilayah eks karesidenan  Banyumas sebagai daerah pampasan  perang Belanda. Akibat kekalahan itu bala tentara pangeran Diponegoro menyelinap masuk hutan untuk bersembunyi sambil menyusun kekuatan untuk meneruskan perjuangannya.  
Agar mendapat informasi tentang kekuatan lawan inilah bala tentara  melakukan penyamaran dengan turun ke perkotaan untuk mengetahui posisi musuh yakni pasukan Belanda. Untuk bisa leluasa keluar masuk kampung bahkan turun ke kota dimana Belanda banyak yang tinggal, pasukan pangeran Diponegoro yang tinggal di hutan ini menyamar melalui seni Buncis.
Ciri khas seni buncis pakaianya terbuat dari bahan sederhana yang mudah ditemukan di pedalaman hutan yakni rumbai-rumbai.  Mahkota terbuat dari bulu ayam atau burung serta badan dan mukanya dicoreng moreng seperti halnya orang Suku Dayak Kalimantan. Dibuat sedemikian rupa bertujuan untuk merahasiakan siapa wajah sebenarnya.   
Seni buncis adalah seni tradisional yang diiringi dengan music angklung di suatu tempat atau sambil berjalan atau karnaval.  Seni buncis adalah yang unik. Selain ada Gandarwo laki-laki dan perempuan juga ada gendongan yakni seorang yang menggendong boneka yang dihias seperti halnya manusia. Karena boneka ini di gendong di bagian depan maka sekilas seperti boneka yang menggendong manusia.
Seni Buncis Sidowungu desa Pesanggrahan.
Kesenian Buncis dari desa Pesanggrahan kecamatan Kroya kabupaten Cilacap Jawa Tengah ini juga dilengkapi dua gendurwo ( mirip dengan Ondel-ondel Betawi) yang berbentuk laki-laki dan perempuan. Penyamaran lainnya dan lucu adalah boneka (orang-orangan) yang dipangku di depan dada  sehingga justru  si bonekalah sepert yangi mengendong orang beneran. Selain itu juga ada Cepet dan Pentul dimana penari ini mukanya ditutupi dengan topeng sehingga tidak kelihatan wajah aslinya. Semuanya bertujuan untuk menyamar.  
Seni Buncis Sidawungu desa Pesanggrahan  kecamatan Kroya kabupaten Cilacap berdiri tahun 1965 hingga kini terus bertahan.  Beranggotakan 22 orang terdiri dari 2 orang pemain Gandarwo, 1 orang pemain Gendongan (Wong Dempet), 1 pemain cepet,   5 orang pemaian music Angklung, pemain kendang, kecrek, gong Bumbung, 2 orang penimbul.
Musik angklung terdiri dari nada slendro yak 1 (ji),  2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem). Adapun pemain kendang  sambil terus berjalan mengelilingi para penari dan pemain angklung agar selaras dengan irama gending yang dilantunkannya. Menjelang permainan dimulai sesepuh berdoa di depan sesaji yang ditaruh di atas tampah atau di atas meja, sambil membakar kemenyan. Dalam pertengahan permainan meski tidak semuanya,  kadang ada pula yang mengalami intrance atau kesurupan.
Pemain yang kesurupan ini menikmati sesaji yang disediakan seperti kembang tiga rupa yakni Mawar Melati dan Kanthil. Bakaran Singkong, Degan Kelapa Hijau, Air Teh, Kopi dan Tumpeng lengkap dengan Ayam Panggang.  Bahkan dalam berbagai atraksi  ada pula yang makan beling seperti halnya dalam pementasan kuda lumping atau ebleg.
Karena ini bagian dari seni pertunjukkan yang bersifat ritual maka sebelum pementasan biasaya ketua rombongan melakukan resik kubur ke makan para leluhur. Selain mendoakan para leluhur juga dengan harapan pementasan berjalan lancar. Ki Marjo Suparto (60), Ketua 2 group Buncis Sidowung desa Pesanggrahan yang berpemain seni buncis sejak masih bujangan ini menuturkan , seni buncis di desa Pesanggrahan terus dijaga kelestariannya hingga kini. Penampilan Buncis Sidowungu yang unik maka setiap pertunjukkan selalu mendapat perhatian masyarakat luas. Menurut Ki Marjo Suparto, mempertahankan seni Buncis ini tidaklah mudah. Para pemainnya mayoritas dari  kalangan orang dewasa sehingga harus mampu menarik perhatian dari kalangan anak muda yang diharapkan sebagai  generasi penerus.
Menurutnya, kesempatan pentas bagi seni Buncis di desa Pesanggrahan masih terbuka.  Khususnya untuk memeriahkan perayaan hari besar kenegaraan,  acara ritual maupun hajatan. Ia  mengungkapkan rasa terimakasihnya  terhadap tokoh maryarakat khususnya kepala desa Pesanggrahan yakni Sarjo yang memiliki perhatian besar terhadap upaya pelestarian seni tradisional ini.
Seni Buncis Sidowungu yang unik dan langka ini bahkan tinggal hanya ada di desa Pesanggrahan ini, sering diminta untuk pentas di daerah lain baik di wilayah kabupaten Cilacap, Banyumas, Solo bahkan di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. (SH/dmr)

1 komentar:

ADVERTORIAL

 

Member Of